Uni yang ramah dan terlihat tenang, ternyata banyak sekali beban yang harus ditanggungnya.
"Anak saya seharusnya ada sepuluh" katanya mengawali obrolan kami. "Tetapi yang tiga orang sakit, dan sudah dipanggil Allah terlebih dahulu. Dan saat ini anak saya tinggal tujuh orang."
Uni menghela nafas panjang sebelum meneruskan ceritanya. "Sekarang anak saya yang paling kecil kena kanker otak, meskipun usianya sudah enam tahun, ia belum bisa berjalan. Sedangkan suami saya yang seharusnya mencari nafkah untuk kami, malah jatuh sakit, menurut dokter ia kena komplikasi" ujar perempuan tegar itu sambil matanya menerawang jauh.
Kini uni bekerja seorang diri untuk menghidupi keluarga besarnya. Meskipun ada satu anaknya yang lulus SMK dan sudah bekerja, tetapi ia hanya bisa membantu membayar uang sewa rumah saja. Karena penghasilannya tidak seberapa untuk biaya hidupnya di Jakarta saja tidak cukup.
Uni berjualan sayur dan rempeyek, kalau sore ia memijit tetangga-tetangganya yang minta tolong.
"Kalau dulu, saya masih kuat berjalan keliling komplek perumahan untuk menjajakan rempeyek. Tetapi sejak saya sakit saya sudah tidak kuat lagi berjalan jauh" katanya.
"Memang uni sakit apa?"
"Ada benjolan di dada saya" katanya sambil menahan air mata yang akan jatuh.
"Ya.. Allah, uni yang sabar ya" kata saya merasa kasihan sama uni.
"Iya Bu, saya sudah pasrah dengan apa yang terjadi pada diri saya. Saya seharusnya dioperasi, tetapi kalau saya di rumah sakit, siapa yang akan mengurus rumah. Anak saya masih kecil-kecil, ada yang sakit pula. Belum bapaknya juga sakit. Biarlah saya tahan saja rasa sakit ini" ucapnya sambil mengusap air mata yang sudah mulai mengalir di pipinya yang tirus.
Uni, tabahkan hatimu ya uni. Ternyata perjalanan hidup saya, tidak sebanding dengan terjalnya jalan kehidupan yang uni jalani. Saya berdoa semoga uni bisa menjalaninya dengan sabar dan tawakal. Semoga Allah segera memberikan pertolongan kepada uni dari arah yang tak disangka-sangka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar